Sehati dengan Suami

2 comments
Sehati dengan Suami

Dari dulu, saya paling suka mendengar cerita tentang bagaimana dua orang bertemu dan lalu memutuskan menikah. Ada yang memang sudah sahabatan sejak lama, ada yang baru kenal sebentar, malah ada yang hampir nggak kenal lalu menikah karena dijodohkan.

Nah, saya masuk kategori yang kenal sebentar, lalu beberapa bulan kemudian memutuskan menikah. Kenalnya lewat temannya ibu. Jarang komunikasi. Orangnya main ke rumah beberapa kali saja, kemudian datang melamar dengan keluarganya.

Buat yang kenal saya banget, mungkin penasaran bagaimana saya kok akhirnya sampai mengakhiri masa lajang setelah sekian lamanya. Pasalnya saya lebih banyak melewati hidup dengan sendiri dan bahagia.

Tuhan memang punya cerita istimewa ya untuk tiap orang. Dan itulah yang saya pikir sudah terjadi pada saya. Ibaratnya, saya dipertemukan sama orang baru kenal, lalu dalam waktu singkat harus berpegangan tangan dengannya menjadi satu tim.

Tantangannya nggak main-main. Jadi tim dengan posisi sebagai suami-istri dan orangtua untuk waktu yang tidak bisa dihitung satu dua tahun saja.


Menikah dengan Orang Beda Karakter


Setelah menikah, barulah saya sadar bahwa hidup itu seperti ying-yang atau kepingan puzzle. kita akan bertemu sosok yang beda tapi bisa dan seharusnya saling melengkapi.

Begitu juga antara saya dan suami. Saya orangnya cenderung kaku, serba sistematis, dan bergerak cepat. Suami orangnya lebih fleksibel dan banyak pertimbangan. Karakter saya koleris melankolis, sedangkan suami sanguinis koleris.

Konflik kadang terjadi saat saya yang kaku dan kuat karakter kolerisnya itu memaksakan sesuatu yang harus diikuti suami. Sering sih, suami banyak ngalahnya.

Dan kalaupun dia sedang kesal dan nggak tahan dengan ulah saya, paling nada suaranya yang agak keras. Itupun saya tahu, ia sudah menahan dengan sekuat mungkin.

Konflik lain terjadi saat suami bertindak dengan penuh pertimbangan. Yang menurut saya, cenderung lambat hingga banyak kesempatan akhirnya terlewat.

Jika sudah begitu, saya yang sering bicara blak-blakan dan lugas pun keluar aksi ngomelnya. Suami kerap memilih diam saat menghadapi saya.

Begitu juga dalam melakoni peran menjadi orangtua. Terkadang saya dan suami punya cara yang beda.

Suami saya orangnya agamis. Hingga akhirnya untuk urusan pendidikan ibadah ke anak banyak dilakukan olehnya. Sementara saya orangnya suka senang-senang. Sehari-hari, saya suka mengajak anak menyanyi dan menari.


Sadar Berbeda jadi Pangkal Sehati Menetapkan Tujuan


Walaupun satu tim dengan orang yang beda, tentunya bukan berarti kita bubaran kan ya?

Saya yakin banyak yang juga punya cerita beda versi tapi intinya sama. Punya pasangan beda karakter, dan memilih terus berjalan sambil mengeratkan genggaman tangan.

Saya sendiri kalau sedang kesal dengan karakter suami, lebih suka memilih mengingat apa saja sisi positif lain dari suami yang perlu disyukuri.

Oh, alhamdulillah suami saya orangnya nggak emosian kayak suami orang lain saat menghadapi saya. 
Alhamdulillah, suami mau turun tangan mengerjakan urusan domestik rumah dan bermain dengan anak. Alhamdulillah… dan sekian Alhamdulillah saja yang saya pilih untuk menenangkan diri.

Lantas jika sedang menghadapi masalah apalagi dengan suami, saya lebih berpikir mencari solusinya dari pada menyalahkannya atau menyalahkan yang lain.

Dan satu yang paling penting kalau menurut saya adalah meski berbeda, tetap harus ada titik tujuan sama yang perlu dituju bersama suami.

Seperti orang kerja tim, saya bisa dan punyanya apa, teman saya juga bisanya dan punyanya apa. Jadi yang tidak sama inilah yang perlu disatukan jadi modal untuk kerja satu tim.

Sebetulnya, saya sendiri dan suami jarang berkomunikasi yang sifatnya terlalu serius tentang kehidupan pernikahan kami. Tapi kami sama-sama sadar, ke mana arah pernikahan kami, ke tujuan mana kami harus mendidik anak kami.

Mungkin itulah yang membuat kami hingga kini tetap sehati. Kami memilih menyadari perbedaan dan tahu serta terus ingat arah pernikahan.


Sehati dalam Urusan Menjaga Kesehatan


Satu dari sekian sisi sehati antara saya dan suami adalah dalam urusan memelihara kesehatan. Kami berdua lebih memilih menjaga kesehatan dengan cara alami dan mencoba meminimalisir obat-obatan.

Apalagi suami. Gaya hidup sehatnya sehari-hari berupa memerhatikan porsi olahraga, makanan dan minuman sehat, bahkan jika sakit pun ia memutuskan untuk mencoba mengobatinya dengan cara alami terlebih dahulu.

Karena kami sehati dalam urusan menjaga kesehatan, maka saat saya mengenalkan Teh Hijau Kepala 

teh hijau kepala djenggot

Djenggot ke suami berikut berbagai manfaatnya, ia langsung suka. Apalagi suami dasarnya memang penyuka segala minuman teh namun masih awam dengan teh hijau.

Saya sendiri mengenal Teh Hijau Kepala Djenggot sejak sekitar tahun 2004. Minum teh hijau sudah jadi kebiasaan saat dulu saya bekerja sebagai reporter di Batam.

Saat itu saya sudah tahu bahwa teh hijau itu kaya manfaatnya. Berbagai manfaat teh hijau yang pernah saya baca tersebut antara lain:
  • Mengontrol berat badan
  • Bisa jadi detoksifikasi tubuh
  • Menekan nafsu makan
  • Menyegarkan napas karena menghambar pertumbuhan bakteri dan virus yang menyebabkan penyakit gigi
  • Mengurangi peradangan gusi
  • Mengurangi kolesterol
  • Menyehatkan kulit
  • Mengurangi reaksi alergi
  • Mengelola diabetes
  • Meningkatkan kekebalan tubuh
  • Mengendalikan tekanan darah tinggi
  • Bermanfaat bagi mereka yang menderita jantung koroner
  • Mencegah dan mengurangi resiko rematik
  • Mencegah kanker kulit
  • Meningkatkan daya tahan tubuh
  • Membantu melawan depresi
  • Meringankan gejala asma
  • Menjaga kesehatan liver
  • Mencegah osteoporosis
  • Menyembuhkan penyakit perut
  • Mencegah alzheimer dan parkinson
  • Rendah kafein dibandingkan teh biasa
  • Kaya antioksidan alami yang bisa menyehatkan tubuh, kulit, dan rambut, serta menghambat sel kanker


Karena itu, kami menyebutnya teh hijau dengan SEHATEA. Bagi saya dan suami, teh hijau itu seperti wujud kami yang saling menghargai serta mengasihi satu sama lain dalam menjaga kesehatan.

Sehatea

Makna SEHATEA juga berarti kami sehat secara fisik berkat rajin mengkonsumsi teh hijau. Karena kami sehati dalam memilih SEHATEA untuk menjaga kesehatan, bagi saya itu juga wujud kami sehat secara hati.

Itu cerita sehati a la saya dan suami. Punya kisah serupa nggak? Yuk cerita di kometar. Atau kalau punya blog, bagaimana kalau menuliskannya di blog juga? Barangkali, cerita tentang sehati bersama pasangan atau teman meski memiliki perbedaan, bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang.



Related Posts

2 comments

  1. First blogwalking ke blog ini :)

    sooo tuiiiiiit ceritanya, XD
    ntah saya ntar bakal gimana cerita rumah tangganya,
    Nampaknya saya harus mulai banyak2 minum Teh Hijau Kepala Djenggot nih :D

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular