Cerita tentang Gilang, Anak yang Ber-IQ Paling Tinggi Namun Hampir Tidak Naik Kelas

12 comments
cerita-tentang-gilang-anak-yang-ber-IQ-paling-tinggi-namun-hampir-tidak-naik-kelascerita-tentang-gilang-anak-yang-ber-IQ-paling-tinggi-namun-hampir-tidak-naik-kelas


“Tolonglah Bu, kalau bisa anak ini juga harus naik kelas,” pinta kepala sekolah waktu itu lewat telepon.

Saya sampai harus menarik dan menghembuskan napas dengan berat, seberat keharusan saya mengiyakan permintaan kepala sekolah.

Buat saya justru tidak adil kalau saya menyatakan Gilang, anak yang sedang saya dan kepala sekolah bicarakan itu, untuk bisa naik kelas. Mana bisa saya tidak peduli pada rentetan nilai murid yang saya ampu tersebut, yang sangat banyak tidak memenuhi standar KKM di berbagai mata pelajaran.

Akhirnya pembicaraan telepon itu berakhir dengan pemintaan saya agar masalah ini diangkat saja ke rapat dewan guru. Pikir saya, memang sayalah wali kelas yang mengolah semua nilai dari guru mata pelajaran lain. Tapi naik tidaknya Gilang seharusnya juga tergantung dari para rekan guru.

Di senja itu, saya menggulung memori tentang Gilang, yang saya sembunyikan nama aslinya di tulisan ini. Gilang adalah anak dengan IQ paling tinggi di kelas yang saya pegang waktu itu.

Ada sebuah keistimewaan Gilang yang paling saya ingat sampai sekarang. Dulu jika saya sedang menerangkan di kelas, Gilang ini adalah siswa yang masuk dalam barisan suka terlihat mengantuk hingga mengambil posisi membenamkan kepalanya dalam lipatan tangan di atas meja.

Tapi jika usai menerangkan lalu saya mengetes dengan pertanyaan untuk mengukur daya serap siswa, herannya, hampir tidak ada satu pun murid yang bisa menjawab. Baik itu yang terlihat tekun mencatat, terus memasang mata perhatian, hingga yang sengaja memajukan meja katanya dengan niat agar bisa menangkap materi, nyatanya tidak bisa.

Kembali saya mengajukan pertanyaan di kelas. Dan tahukah siapa yang akhirnya bisa menjawab? Gilang! Dengan ekspresi masih terpasang wajah mengantuk dan mata yang kuyu itu, nyatanya justru dialah yang bisa mengulang materi yang sudah saya sampaikan.

Berkali-kali itu dan itu yang saya jumpai. Dan modalnya Gilang di kelas, kerap hanya pasang telinga. Tanpa mencatat, pun tidak memasang wajah perhatian tanda ia memang menyimak pelajaran.

Tapi semua kecerdasan Gilang sepertinya menguap saat ujian. Pertanyaan yang sama pernah saya lontarkan di kelas, bisa tidak ia jawab dengan benar. Ditambah lagi seringnya ia tidak memperhatikan kewajiban mengumpulkan tugas.

Gilang sering membuat saya bingung saat itu. Apakah ada yang salah pada cara belajarnya, motivasinya yang rendah, atau apa?

Selama satu semester saya terus menerka di mana kunci untuk menggerakkan Gilang yang di lembaran IQ memiliki angka 114. Tapi hingga penghujung semester, saya gagal.

Hasil Tes IQ Anak yang tak Sejalan dengan Nilai Akademik


Beberapa tahun yang lalu, saya berstatus guru ekonomi di sebuah sekolah asrama. Biasanya untuk urusan akademik dari siswa yang saya ampu kelasnya, saya hobi sekali membuat analisa tentang karakter siswa dari berbagai sudut pandang.

Salah satu sisi analisa siswa yang coba saya kumpulkan adalah hasil tes IQ. Dan seringnya saya jumpai, tidak 100 persen hasil tes IQ itu sejalan dengan prestasi siswa di kelas.

Ada siswa yang hasil tes IQ-nya di atas 110, tapi sering nilainya di bawah temannya yang memiliki IQ kisaran 105 hingga 110. Sedikit siswa yang mengalami hal itu adalah Gilang yang tadi sudah saya ceritakan.

Gara-gara penasaran dengan hal ini, saya pun sampai membuat dasar analisa dan evaluasi lain untuk mengetahui karakter tiap siswa. Mulai dari zodiak, golongan darah, sampai membuat tes karakter sendiri dengan pertimbangan tertentu pun saya coba.

Jujur, semuanya itu cukup menyita waktu, pikiran, dan perhatian.

Sebetulnya bisa saja saya memilih menjalani peran sebagai wali kelas, hanya mengumpulkan niai siswa dari guru mata pelajaran lain, hingga mengolahnya menjadi nilai rapot. Tapi ada rasa tidak tega yang saya rasakan jika harus menutup mata dari kenyataan anak-anak yang kesulitan di bidang akademik.

Apalagi, sekolah itu adalah sekolah asrama. Keberadaan guru sebagai wali kelas pada akhirnya sekaligus sebagai penyambung orang tua yang tidak bisa mereka jumpai setiap hari. Jika mereka tidak bisa mengadukan kesulitan belajar mereka, akhirnya siapa yang bisa membantu?

Segala kondisi siswa terutama mereka yang kurang bagus akademiknya, biasanya saya komunikasikan saat para orang tua datang untuk mengambil laporan nilai anaknya secara berkala.

Dari sekian orang tua yang saya ajak diskusi tentang kondisi anak, mungkin hanya sekitar tiga persen yang sangat paham dan bisa memberi masukan kembali pada saya tentang karakter anaknya.

Kondisi ini tentu sangat tidak baik. Faktanya selain kondisi sedikitnya orang tua yang tahu karakter anaknya sendiri, hanya ada ada segelintir anak yang tahu karakternya dan bisa mengarahkan dirinya harus belajar dengan cara apa. Sisanya, sangat tergantung pada guru BK atau guru lain yang mau peduli membantu anak untuk menemukan cara belajar mereka di sekolah.

Perlunya Guru dan Orang Tua Tahu Karakter Kecerdasan Anak


Pengalaman menjadi guru yang pernah saya alami itu membuat saya sadar akan banyak hal seputar karakter kecerdasan anak. Tentang IQ yang bisa tidak berkorelasi dengan prestasi akademik, pun perlunya orang tua dan guru paham tentang karekter kecerdasan anak.

Saat sekarang saya sudah memiliki seorang anak berusia empat tahun, rasanya hampir tiap hari saya memantau apa dan bagaimana karakter kecerdasannya. Jika sebuah metode tidak berhasil atau berhasil, selalu saya evalusi sebagai bahan pertimbangan ke depan tentang apa yang memang seharusnya perlu ia lakukan dalam berproses.

Si kecil sedang beraktivitas bersama ayahnya

Tapi semua usaha ini rasanya seperti berjalan dalam kegelapan dengan modal sebuah tongkat. Segalanya hanya bisa saya raba, perlu ada uji coba.

Dan kerap saya berpikir, andai saja saya bisa tahu apa dan bagaimana karakter yang sesungguhnya dari si kecil. Agar ke depannya ia bisa berproses di jalan yang memang seharusnya.

Serta tidak mengalami seperti apa yang pernah saya temukan pada Gilang, anak yang dinyatakan cerdas namun ia dan siapapun sulit untuk menolong dalam berproses di sekolah.

AJT CogTest, Tes Kecerdasan yang Bisa Mengidentifikasi Cara Belajar Anak


Apa yang saya rasakan tentang angka tes IQ biasa yang bisa tidak berhubungan dengan prestasi akademis inilah rupanya yang juga terbaca oleh PT Melintas Cakrawala Indonesia (PT MCI). Sehingga perusahaan ini lantas menawarkan sebuah tes kecerdasan yang dikembangkan dengan norma Indonesia.

Nama tes itu adalah #AJTCogTest. Tes ini dirancang untuk siswa Indonesia yang berusia mulai dari lima hingga 18 tahun.

Keberadaan AJT CogTest sendiri sudah melewati hasil penelitian yang dilakukan selama lebih dari empat tahun terhadap hampir lima ribu siswa dari enam provinsi di Jawa.

Untuk menghasilkan AJT CogTest, PT MCI pun sampai bekerja sama dengan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Kevin McGrew. Ia adalah konsultan proyek, ahli dari teori CHC dan Co-Author dari Woodcock-Johnson III & IV.

Tak hanya itu. Tes yang dikembangkan berdasarkan teori Cattell – Horn – Carroll atau CHC Theory sebagai teori kecerdasan termutakhir ini pun telah melewati uji coba. Ada 10 sekolah terkemuka se-Jabotabek yang menjadi tempat uji coba tersebut.

AJT CogTest sudah diujicobakan di beberapa sekolah

Yang membedakan AJT CogTest dengan tes IQ biasa adalah bahwa tes kognitif atau keerdasan lainnya adalah sifatnya yang lebih akurat serta komprehensif dalam mengidentifikasi kekuatan serta kelemahan belajar anak.

Dengan AJT CogTest, orang tua atau guru bisa tahu karakter kecerdasan anak dari delapan bidang kecerdasan yang ada. Sehingga harapannya, kita bisa paham cara belajar yang terbaik untuk anak bersarkan domain kognitifnya. Orang tua dan guru akhirnya juga bisa mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak.

Hal lain yang pembeda adalah bahwa kebanyakan alat tes IQ yang banyak dipakai di Indonesia merupakan saduran dari luar negeri sehingga belum sesuai norma yang ada di Indonesia. Sementara AJT CogTest merupakan alat tes kognitif yang dirancang psikolog dan ahli psikometri Indonesia maupun internasional untuk anak Indonesia.

Ada dua jenis paket tes kognitif AJT:

1. AJT CogTest Full Scale yang mengidentifikasi delapan kemampuan kognitif lengkap dengan menampilkan profil lengkap kekuatan dan kebutuhan belajar anak. Biayanya Rp760.000.

2. AJT CogTest Comprehensive bagi orang anak yang memerlukan data lebih terperinci untuk dianalisis dengan keberadaan psikolog yang akan merekomendasikan tambahan tes. Biayanya Rp1.200.000.

Hasil dari AJT CogTest nantinya akan dikirimkan berupa softcopy melalui surat elektronik (email) dalam waktu 7 sampai dengan 14 hari kerja setelah tes dilakukan.

Untuk tenaga psikolog yang terlibat dalam AJT CogTest sudah mengikuti pelatihan dan disertifikasi PT MCI. Jadi meski mereka terlihat masih muda, namun kemampuan mereka tidak bisa diragukan.

Keterangan lebih lanjut tentang AJT CogTest bisa dilihat di sini ya:

Instagram: @melintascakrawalaid
WhatsApp Customer Services: 087883258354

Menurut saya sendiri, keberadaan tes ini sangat penting dan ada baiknya dilakukan sedini mungkin saat anak berusia lima tahun. Karena nantinya, orang ta maupun guru bisa lebih mengarahkan anak baik itu kemampuan atau potensinya, maupun bagaimana anak harus berproses dalam belajar.

#YukKenaliAnakKita dengan mengajak mereka mengikuti #TesKognitifAJT .


Related Posts

12 comments

  1. Dan pertanyaanku apakah GIlang akhirnya dinaikkan atau tidak mba?setiap anak punya gaya yang berbeda dalam belajar yah jadi penting sekali baik guru maupun ortu tahu karaketr anaknya

    aku penasaran pengen coba AJTCogtes ini mba

    ReplyDelete
  2. Wah menarik ini..Lalu AJT Cogtest ini kalau pribadi caranya gimana mbak..apakah kita mengunjungi tempatnya atau bagaimana?

    ReplyDelete
  3. Hmm... Sebentar lagi Salfa 5 tahun.
    Rasanya saya tertarik dengan test ini supaya saya tidak "memaksa" dia melakukan apa yang seharusnya membuatnya tidak nyaman...

    ReplyDelete
  4. Anak kedua kalo mau ikut tes ini masih nunggu 3,5 tahun lagi. Anak pertama saya Oktober nanti usianya 17 tahun, apakah masih relevan jika ikutan tes ini mengingat jatahnya tinggal 1 tahun saja?

    ReplyDelete
  5. Ternyata tidak semua anak yang memiliki IQ tinggi termasuk anak yang memiliki nilai akedemis yang tinggi ya. Noted nih Mba semoga saya bisa menyeimbangkan IQ anak saya dengan minat belajarnya :)

    ReplyDelete
  6. Aku harus coba AJT Cogtest ini untuk anak bungsuku. Thanks infonya mbak :)

    ReplyDelete
  7. Bener juga ya mba, nyatanya siswa dengan IQ yg tinggi sekalipun tidak menjamin keberhasilan akademiknya. Bisa jadi, memang dia akan berkembang pada bidang lain yg dia minati. Saya sendiri sadar, bahwa tiap anak punya cara masing-masing untuk mengukur kemampuannya tinggal kita sebagai guru dan ortu yg harus bertindak sebagai support system didalamnya, cmiiw

    ReplyDelete
  8. Waaoooo ternyata IQ tinggi juga tidak menjamin anak mendapatkan nilai bagus di semua pelajaran ya, secaraaaa.. mana ada yang sempurna :)

    Noted banget nih buat saya untuk mencobakan test ini ke anak saya, biar bisa lebih diarahkan, dan dengan gitu kita bisa mengenali anak kita dan mengarahkannya dengan baik :)

    ReplyDelete
  9. Wah ternyata AJT CogTest, dari PT MCI sudah bekerja sama dengan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Kevin McGrew luar biasa. terima kasih kakak informasinya

    ReplyDelete
  10. Idem ma Mbak Herva nih, Gilang jadi naik kelas gak waktu itu? Keputusan para guru gimana tuh Mbak saat rapat? Tapi kayaknya naik yaa, kan judulnya hampir tidak naik.
    Penasaran jg ingin tahu kemampuan Kakak nih. Coba AJT ada disini juga, pengen deh coba test ini ke anak-anak nantinya.

    ReplyDelete
  11. Bener ini karena kejadian di anaknya temanku, IQ dia lumayan sekali tapi akademiknya kurang. Sampai temanku dipanggil sekolah dan duduk bersama untuk ngobrolin tentang akademik anaknya.

    ReplyDelete
  12. Anak cerdas kadang malah bosenan ya di kelas. Gilang masih mending cuma tidur. Kadang ada yang jadi troublemaker. Beruntunglah murid2 yang punya guru pengertian dan berwawasan luas :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular