Mau Jadi Ayah Ibu, Yuk Sekolah Dulu!

1 comment

Konon kabarnya, Indonesia disebut-sebut sebagai negara fatherless nomor 3 sedunia. Alias, negara yang kekurangan ayah. Saya yang mendengar hal itu sontak terkejut, eh, kok bisa?

Faktanya, kabar ini nyatanya tidak didukung oleh riset yang pasti lho! Namun meski demikian, tidak berarti kita lalu bisa mengabaikan rumor bahwa Indonesia disebut sebagai negara fatherless. 

Karena faktanya, cobalah amati di lingkungan sekitar. Sering kita jumpai bentuk-bentuk keluarga yang minim peran ayah di dalamnya. Posisi ayah hanya hadir sebagai sosok kepala keluarga yang memberi nafkah. Namun kehadirannya dalam pendidikan anak, begitu minim.

Inilah yang menjadi salah satu tantangan dari Sekolah Calon Ayah atau SCA yang berada di Kabupaten Sleman, Jogjakarta. Menurut Samsul Husen, penanggung jawab SCA, begitu minim calon ayah yang mau ikut belajar di sekolah tersebut.


Menjadi Orang Tua Itu Seumur Hidup

Sebetulnya selain SCA, di tahun 2014 sudah terlebih dahulu didirikan SCI atau Sekolah Calon Ibu. Menurut Husen, kehadiran SCA dan SCI ini sendiri berawal dari kesadaran bahwa problem saat menjadi orang tua itu bisa seumur hidup. Apalagi jika status orang tua itu ada sejak menikah hingga seseorang itu meninggal dunia.

“Kita tidak pernah belajar menjadi orang tua yang baik itu seperti apa. Misalkan iya (belajar), terkadang kita mendapatkan materi yang terpisah pisah,” tutur Husen.

Misalnya yang saat ini sering terjadi, seseorang yang akan menjadi calon ayah atau ibu, mungkin akan mendapatkan materi parenting saja, materi seksologi saja, atau belajar tentang keuangan saja.

Jadi harapan Husen dan kawan-kawannya saat mendirikan SCA dan SCI, calon orang tua bisa mendapatkan semua materi tersebut, tidak terpisah-pisah.

Selama ini, siswa SCA dan SCI berasal dari caon orang tua, juga ada yang sudah jadi orang tua. Namun yang banyak akhirnya datang ke SCA dan SCI adalah yang asih berstatus calon orang tua. 

Hingga kini, sudah cukup banyak alumni SCA dan SCI. Untuk SCI sendiri yang didirikan sejak tahun 2014, angkatan pertamanya bisa sampai 90 orang. Sedangkan angkatan ke dua bisa sampai 120 orang. Dan kesemua pesertanya adalah kelas offline. 

“Kita selama ini sudah punya sekitar seribu alumni. Sekitar 700-an dari yang SCI dan 300-an dari SCA,” terang Husen.

Untuk mengikuti kelas SCA dan SCI, para peserta datang setiap akhir pekan selama dua bulan pertemuan offline. Selain pertemuan offline, ada juga lima kali pertemuan online via WA. 

Nantinya selama belajar di SCA dan SCI, akan disediakan fasilitator. Setiap fasilitator ini mendampingi kelompok-kelompok kecil peserta selama dua bulan tersebut.


Materi yang Dibagikan dalam SCA dan SCI

Bisa dibilang, ada tiga kelompok materi besar yang dibagikan oleh SCA dan SCI ke para pesertanya yang kebanyakan calon ayah dan calon ibu tersebut. dasar dari materi-materi yang dibagikan adalah berdasarkan ajaran agama khususnya Islam.

Materi-materi tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Seksolog

Di SCA dan SCI  nantinya para peserta diajak membahas dari A sampai Z terkait masalah ranjang. 

"Karena menurut kami berdasarkan riset, masalah yang ada di keluarga itu salah satu penyebab terbesarnya adalah masalah ranjang," tutur Husen. 

Hal tersebut lantas menjadi penyadar buat mereka yang ada di balim SCA dan SCI bahwa hal itu penting untuk diangkat. 

Urusan ranjang sendiri selama ini sering dianggap tabu oleh kebanyakan orang. Namun di SCA dan SCI, hal tersebut dibahas seluas mungkin dalam frame agama yaitu dari sisi fiqih

Menurut Husen, selama ini banyak yang mengira boleh ternyata tidak boleh, dan yang dikira tidak boleh ternyata boleh dalam syariat

2. Parenting

Terkait parenting, biasanya materi yang dibahas adalah bagaimana mengasuh anak, praktek memandikan bayi, hingga cara memasak dengan gizi yang seimbang.

Materi mengenal bumbu di Sekolah Calon Ayah

3. Manajemen keuangan

Di materi manajemen keuangan, peserta akan belajar materi sepeerti nafkah itu dari siapa, berapa persen untuk istri, berapa persen untuk orang tua, berapa persen untuk menabung. Semuanya itu dipelajari di SCA dan SCI. 

"Jadi ketika calon orang tua ini akan meikah, mereka bisa berpikir, oh ternyata menejemen keuanganku ini salah ya selama ini. Harusnya seperti ni. Kita hadirkan ahli, kasih tanya jawab. Berapa persen untuk pendidikan anak, berapa persen untuk investasi dan untuk keluarga," terang Husen.

Setelah ketiga materi tersebut dibagikan ke dalam kelmpok-kelompok kecil yang melewati proses dinamikan atau diskusi kelompok, selanjutnya diadakan farewell party. Kegiatan ini biasanya diadakan di alam untuk semacam healing. Husen sendiri menyebutnya dengan menembus batas diri. 

"Karena di situ di akhir di 2 pekan terakhir nanti ada repling untuk melatih keberanian. Sebetulnya kamu tuh berani, mindsetmu aja yang membatasi itu. "Lalu kita ke alam  kita nginep 2 hari 1 malam di bivak," terang Husen.

Uniknya di acara akhir ini nanti, para peserta akan dikirim ke alam, berkemah di sana sendiri. 

Kemudian ada sesi di mana para peserta akan dibiarkan berdamai dengan diri sendiri selama satu malam, sejak usai maghrib hingga waktu subuh. 

Jadi yang punya masalah dengan diri sendiri, diminta untuk menyelesaikannya. Juga yang punya masalah dengan Tuhannya, ingin curhat, juga dipersilakan berkeluh kesah di malam itu. 

Uniknya di SCA dan SCI ini ada fasilitas pendampingan seumur hidup. Jadi jika kelak dalam berumah tangga para peserta SCA SCI ada masalah dalam keluargaya, mereka difasilitasi, apa yang bisa diselesaikan lewat SCA dan SCI.


Tantangan yang Dihadapi SCA dan SCI

Sebetulnya hingga kini, SCA dan SCI masih membutuhkan dukungan dari banyak pihak. Salah satunya adalah dukungan pemerintah. 

Husen mengaku sebetulnya pihaknya sudah berkomunikasi dengan pemerintah. Namun sayangnya hingga kini belum juga dilirik. 

Termasuk juga dengan kementerian agama. Menurut Husen, dulu pernah ada dari Kementerian Agama yang datang. Cuma pada akhirnya tidak menemukan satu titik kesepakatan. 

"Mungkin cakupan kami terlalu luas untuk mereka. Jadi menurut mereka, nikah ya nikah aja. Bukan mencangkup keuangan dan sebagainya. Jadi akhirnya kami pun jalan sendiri," aku Husen.

Tantangan lain yang dihadapi oleh SCA dan SCI adalah faktor peserta, terutama untuk SCA. SCA yang ditujukan untuk para calon ayah ini sepi peminatnya. 

Padahal menurut Husen, peran ayah sebetulnya bisa ke banyak hal. Salah satunya adalah urusan mendidik anak.

Kepedulian mereka yang berada di balik SCA dan SCI inilah yang membuat mereka akhirnya mendapat apresiasi dari SATU Indonesia Awards tingkat provinsi di tahun 2022. 






Related Posts

1 comment

Post a Comment

Popular