Bila Anak di Posisi Bersalah

Post a Comment


Saat anak di posisi bersalah usai melakukan sesuatu, hukuman bukanlah menjadi hal yang utama. Jika mereka bersalah, orang tua bisa membiasakan untuk memilih mengajak anak berkomunikasi, dari pada menghukumnya dengan fisik atau non fisik.

Misalnya, jika anak bertengkar, orang tua bisa bertanya ke mereka, kenapa mereka sampai bertengkar.

Biasanya, anak bisa melakukan sika defensive atau membela diri. Jika seperti itu, kita bisa mendiamkan mereka terlebih dahulu. Misalnya, dengan memposisikan mereka di area konsekuensi dan meminta mereka untuk tenang selama beberapa menit.

Ketika anak-anak mereka sudah melewati masa itu, barulah orang tua bisa mengajak mereka berkomunikasi. Pada saat cooling down, barulah orang tua bisa memberi penjelasan kepada anak-anak, apa yang semestinya dilakukan jika hal itu terjadi lagi.

Memang, yang namanya anak-anak biasanya ya nggak bisa langsung berubah. Bisa jadi kadang mereka masih melakukannya lagi. Tapi selanjutnya, frekuensinya bisa lebih berkurang kok.

Sementara itu bagi hukuman yang sifatnya fisik, biasanya akan jadi hal yang biasa dan memberi efek yang kurang bagus pada anak.

Dengan mengajak komunikasi anak, memang sekilas akan terlihat anak jadi punya kebiasaan ‘membantah’. Namun, hal itu justru bisa menjadi hal yang bagus untuk membangun watak kekritisan anak.

Tipsnya, orang tua juga jangan kalah berargumen dengan anak. Waktu mengajak komunikasi atau ngobrol dengan anak ketika mereka berbuat salah, orang tua perlu mengajak mereka berkomunikasi dengan bahasa yang dimengerti anak. Ini justru meningkatkan kekritisan anak.


Tenangkan dengan Pelukan

Tidak jarang orang tua justru dibuat kebingungan atas sikap anak yang sulit dimengerti. Misalnya ketika mereka berbuat nakal dan saat diperingatkan justru memberontak, orang tua pun akan makin dibuat bingung.

Untuk mengatasi hal ini, orang tua bisa memberikan pelukan untuk bisa menenangkan anak. Kita bisa melakukannya meski anak memberontak. Lama kelamaan, anak akan jadi bisa tenang.

Hal itu bisa terjadi karena adanya sensitifitas antara anak dengan ibu. Pelukan seorang ibu dapat menenangan kegundahan hati yang sedang terjadi pada anak.

Namun peran ini tidak seluruhnya dilakukan pula oleh seorang ibu. Ayah pun juga turut berperan dan saling mensuport manakala mereka berdua melihat kenakalan yang kadang terjadi pada kedua buah hati mereka.

Caranya, baik ayah dan ibu bisa melakukan bergantian. Misalnya kalau ibu yang sedang marah, ayah yang akan menjelaskan ke anak. Ada kalanya bisa sebaliknya. Tapi, makna pelukan ini bukan berarti membela anak. Karena kalau demikian, itu sama saja menjatuhkan pasangan.


Tonjolkan Aspek Tanggung jawab

Saat menghadapi anak yang melakukan kesalahan, mungkin rasa kesal bahkan marah bisa saja terjadi. Apalagi jika kondisi kita sebagai orang tua kala itu yang juga sedang kurang mendukung. Mungkin lelah, atau bisa jadi ada permasalahan yang terjadi sebelumnya.

Namun jika kita mau menelaah dan mau belajar hal baru dalam menangani anak yang sedang membuat kesalahan, rasanya sekarang pun belum terlambat. Sikap marah memang menjadi hal yang wajar jika orang tua dibuat kesal oleh ulah anak. Namun menjadi tidak wajar jika terjadi kekerasan fisik atau ucapan menyakitkan yang diperoleh anak dari orang tua.

Dalam menghadapi dan menangani anak yang berbuat salah, orang tua harus selalu ingat kalau kemarahan yang mungkin timbul dasarnya tetap untuk kebaikan anak itu sendiri dan bukan karena emosi belaka.

Menurut Daniel Goleman, psikolog dari luar negeri yang mendalami ilmu-ilmu perilaku dan otak, ada empat langkah yang bisa dilakukan orang tua terhadap anak yang berbuat salah. Keempat langkah ini disebut strategi SOCS, Situation, Option, Consequence, dan Solution.

Maksukdnya ketika anak melakukan kesalahan tersebut, lihat kondisi psikologisnya. Apakah ia sedang capek, pikirannya masih kacau, atau ia memang tipe pemberontak. Kemudian pikirkan pula alternatif sikap yang bisa dilakukan kepada anak seperti akan langsung menasehatinya, menasehati dengan menunda terlebih dahulu sampai pada waktu yang tepat, menasehati secara biasa atau secara keras.

Pikirkan juga konsekuensinya yaitu sikap anak yang mungkin akan timbul sebagai bentuk reaksi atas sikap kita. Apakah mungkin nantinya anak akan menerima tanpa atau dengan syarat, atau ia justru menolaknya. Pikirkan juga solusi yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah tersebut.


Tonjolkan pula aspek tanggung jawab pada anak, bahwa setiap prilaku dan sikapnya akan memiliki konsekuensi tersendiri. Tentunya konsekuensi ini tidak selalu menyenangkan namun ada juga yang menyusahkan. Biarkan anak berpikir mana yang akan dipilihnya. 

Related Posts

Post a Comment

Popular