Yuk Adopsi Hutan Agar Bisa Tetap Menikmati Indahnya Rimba Indonesia

Post a Comment

 

Yuk Adopsi Hutan

Pernah mendengar kata adopsi hutan? Kalau saya sendiri sih lebih seringnya mendengar istilah adopsi pohon. 

Jadi dengan adopsi pohon, kita bisa ikut serta menyumbang dana dan turut menjaga pohon-pohon terutama yang berusia ratusan tahun. 

Sedangkan untuk perawatan dan pelestarian hutan itu sendiri melibatkan warga sekitar.

Itu tentang adopsi pohon. Nah kalau adopsi hutan?

Dari sebuah sumber yang saya baca, ya tentu saja yang namanya adopsi hutan adalah segala hal yang ada di hutannya. Tidak hanya pohon-pohonnya yang diadopsi, tapi juga hewan-hewan yang ada di dalamnya. 

Hutan di pegunungan meratus


Hutan memang perlu dijaga. Apalagi di zaman sekarang, saat populasi manusia makin bertambah, seiring dengan bertambahnya berbagai keinginan yang ada.

Menebang hutan untuk lahan baru bercocok tanam. Untuk tempat tinggal. Atau untuk memanfaatkan pohon dan satwa yang ada. 

Jujur sebagai manusia, kita tidak bisa menafikan ada keberadaan sesama kita yang seperti itu kan?

Padahal kalau hutan tidak ada atau misal menipis, siapa juga yang kena efek kerugiannya? Ya manusia juga!

Banyak kebutuhan manusia yang berhubungan dengan harus adanya keberadaan hutan. Salah satunya kebutuhan rekreasi.

Memang bukan kebutuhan utama. Tapi jika Anda termasuk yang belum pernah mendapatkan manfaat berekreasi di hutan, yuk lanjut, baca tulisan saya ini ya. 

Ada beberapa cerita pengalaman saya tentang keindahan hutan Indonesia dan bagaimana manusia di sekitarnya menjaga hubungan baik sehingga kegiatan rekreasi dapat sekaligus menjadi kegiatan menjaga hutan.

 
Treking di Hutan a la Orang Batam

“Ini sih bukan hutan. Kalau di tempatku, ini sih ladang,” protes Lina, teman kerja. Mungkin dia merasa kecewa saat mendapati kegiatan treking yang saya ceritakan begitu menyenangkan, ternyata jauh dari bayangannya.

Nyatanya, memang seperti itulah kondisi hutan di Kota Batam. Kebetulan waktu itu, hutan yang dijadikan ajang treking berada sangat dekat dengan pusat kota Batam. Pepohonan yang tumbuh tidak begitu rapat. Pun semak belukar yang ada di sekitarnya. Siapapun jadi bisa berjalan tanpa harus menerabas tumbuhan yang merintangi jalan.

Mungkin sudut pandang Lina teman saya tersebut berbeda dengan saya yang sejak lahir selalu tinggal di lingkungan dengan pemukiman banyak penduduk. Saya jarang tahu hutan yang sebenarnya. Jadi saat ikut treking, senangnya luar biasa!

Treking di hutan a la orang batam


Apalagi di hutan yang ada di Kota Batam. Di sana saya bisa menemukan berbagai macam kantong semar yang seumur-umur baru kali itu saya menjumpainya.

Jenis kantong semar yang ada di hutan yang mengelilingi Danau Duriankang itu ada yang ukurannya besar hingga hampir sebotol minuman berisi 250 liter. Ada juga kantong semar yang tumbuh di bawah dengan bentuk seperti mangkok-mangkok kecil.

Ketakjuban saya terhadap kehidupan di hutan yang nampak asing bagi saya itu masih ditambah dengan kehadiran sesosok seperti tupai yang terbang di atas saya. Di kemudian hari, barulah saya tahu jika hewan tersebut bernama sugar glider.

Perjalanan treking pun jadi tidak melelahkan untuk saya yang selalu mengedarkan pandangan ke segala arah selama perjalanan. Dan rupanya, itu juga yang dialami seorang anak kecil yang sempat saya jumpai waktu itu.

Treking di hutan bersama teman


Mungkin umurnya sekitar delapan tahun. Tangannya sering tergenggam oleh gandengan tangan ibu atau ayahnya selama perjalanan. Bagaimana sorot matanya yang takjub melihat pemandangan hutan selama perjalanan tak jauh beda dengan cara saya selama treking.

Awalnya saya berpikir, kenapa juga orang tuanya mengajak anak kecil seusia itu untuk ikut kegiatan fisik yang lumayan melelahkan. Tapi kemudian terlintas dalam benak saya, bisa jadi orang tuanya ingin mengenalkan anaknya tersebut pada alam. Karena cara itulah yang bisa membuat masa depannya dekat dengan hutan sehingga mau turut menjaganya.



Kesimpulan itu yang akhirnya saya miliki saat melihat bagaimana sesekali tercipta komunikasi yang terjalin antar orang tua dengan anaknya tersebut. 

Dalam hati saya menggumam, betapa indahnya kenangan treking di hutan itu akan membekas bagi si anak. Agar kelak anak itu menjaga kenangannya, menjaga hutan yang ada.

 
Bamboo Rafting Sambil Menikmati Hijaunya Rimba Kalimantan

Salah satu destinasi impian yang saya buat saat awal menginjakkan kaki di tanah Kalimantan adalah bamboo rafting Loksado. Di sana, wisatawan bisa menaiki rakit bambu dan melintasi Sungai Amandit yang berada di area Pegunungan Meratus. Pasti sensasinya mengasyikkan, pikir saya saat melihat foto keseruan wisatawan menaiki bamboo rafting di sebuah situs internet.

Dan saat melakukannya, memang beneran seru! Penumpang bamboo rafting harus merasakan sensasi riak arus sungai.

Bamboo rafting sambil melihat hutan


Tak hanya itu saja. Kegiatan tersebut akhirnya membuat saya berkenalan dengan hutan Kalimantan, dengan beberapa vegetasi yang berbuah atau berbunga dan seumur-umur belum pernah saya jumpai.

Tentu saja, pak operator bamboo rafting lah yang jadi tempat saya dan teman untuk menemukan jawaban rasa ingin tahu kami.

Dari sumber yang saya baca, warga Loksado yang daerahnya masuk dalam Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan itu begitu menjaga kawasan hutan yang berdekatan dengan tempat mereka tinggal. 

Selama ini, suku Dayak Loksado mendiami hutan di Pegunungan Meratus secara berkelompok. Karena itu mereka menghormati hutan dengan menjaga kearifan lokal.

Daysk loksado menjemur kayu manis hasil dari hutan


Saat saya menyempatkan treking di sekitar sungai, saya menjumpai betapa eratnya kehidupan masyarakat Loksado dengan hutan. Sempat saya melihat warga yang menjemur kemiri hasil panen dari hutan. Atau, ada pula warga yang terlihat menjemur kayu manis. Mereka menjadikannya sebagai mata pencaharian yang sumber kayu manis tersebut berasal dari dalam hutan.

Begitu tergantungnya kehidupan mereka dengan hutan, tentu saja membuat masyarakat Dayak Loksado siap menjaga dan mempertahankan hutan yang jadi rumah mereka. Mereka akan terus menjaga hutan dari penebangan liar ataupun kedatangan investor yang akan berniat mengeksploitasi habis-habisan hutan di Pegunungan Meratus.

 
Susur Sungai untuk Mengenal Bekantan dari Dekat

Lain waktu, rupanya Tuhan mengizinkan saya untuk mengenal versi lain dari hutan Kalimantan Selatan. Suatu ketika, seorang kenalan mengajak saya bergabung dalam kegiatan susur sungai.

Kali itu hutan yang saya jumpai adalah vegetasi bakau. Di luar ekspektasi saya yang mungkin sepanjang kegiatan hanya akan melihat air Sungai Barito atau Martapura, rupanya kenalan saya tersebut mengajak rombongannya untuk berkenalan dengan habitat bekantan.

Hutan bakau dan bekantan


Hewan yang kadang disebut monyet belanda ini bergelantungan dengan bebas di pepohonan bakau yang menjulang tinggi. Kami pun saat itu berkenalan juga dengan rambai gantung, buah dari tanaman bakau, yang jadi makanan kesukaan bekantan.

Dalam perjalanan, akhirnya saya menyadari apa maksud dari kegiatan tersebut. Susur sungai tak hanya sebuah aktivitas tanpa makna. Melainkan, kawan saya ingin mengajak siapapun untuk kenal sisi lain dari alam Kalimantan Selatan. Terutama bekantan yang statusnya kini terancam punah.

Bakau yang bisa menjulang tinggi serta bekantan yang bebas bergelantungan adalah sebuah pemandangan yang harus dilestarikan demi anak cucu kelak.

 

Kegiatan susur sungai sambil mengamati hutan bakau

Itu cerita dari hutan a la saya, yang bikin saya sadar kalau hutan perlu juga dijaga. Salah satu caranya dengan memgadopsinya.

Oh iya, berhubung tanggal 7 Agustus lalu merupakan Hari Hutan Indonesia, meskipun telat sih, saya mau tahu juga dong apa cerita a la kalian yang berkesan tentang hutan. Komen di tulisan ini ya...

 


Related Posts

Post a Comment

Popular