Masa Belajar di Rumah, Waktunya Menumbuhkan Karakter Positif Pada Anak

Post a Comment


Masa akhir semester genap kemarin menyisakan beberapa catatan kenangan buat saya. Tentang beberapa karakter anak yang lalu tumbuh berkembang di saat mereka banyak belajar di rumah dan banyak bersama orang tuanya. 

“Waktu ujian itu ya ada saudaranya yang juga ujian pakai internet. Tapi ya gitu itu lah,” dalam pikiran saya, terbayang anak yang ujian PAT tapi tetap membuka buku. Saya paham, banyak memang yang seperti itu.

“Lalu saya bilang ke Mala, kamu mau kayak gitu? Yang penting nilaimu bagus? Nggak! Kamu percuma sekolah nggak dapat apa-apa,” adu seorang bapak yang merupakan wali murid salah satu anak di kelas saya.

Saya tersenyum, teringat seorang gadis cilik di kelas 5C, yang di situ saya menjadi wali dari 30 murid. Mala memang istimewa. Ia memiliki kecerdasan kognitif juga sosial. Tapi bukan sosok yang ambisius mengejar prestasi bahkan rangking sekalipun. Dua semester memegang 5C, posisi rangking Mala selalu di posisi 10 besar. Sejak awal mengenal bapaknya ketika penerimaan raport semester 1, sempat saya utarakan sedikit masukan andai putrinya bisa ada di lima besar atau bisa berprestasi di luar sekolah.

“Jujur Ustadzah, saya tidak pernah menekankan dia harus rangking berapa atau juara apa. Yang penting dia belajar dapat ilmunya,” jawab bapaknya.

Ya, tiap keluarga memang memiliki pegangan nilai masing-masing. Dan saya cukup salut dengan nilai keluarga Mala yang membuat putrinya istimewa. Anak tersebut selalu mengejar kualitas tapi tidak ambisius mengejar target. 

Ada lagi di kelas 5C cerita tentang seorang murid yang kerap berprestasi di sekolah juga olimpiade IPA. Di kelas 5C saja, dia selalu mendapat rangking satu.

Anak laki-laki berkaca mata bernama Dias ini cerdas dan rajin membaca. Tak heran jika wawasannya luas. Apalagi jika terkait mata pelajaran IPA kesukaannya. 

Jiwa pantang menyerahnya dalam berkompetisi makin saya saya sadari dari mana prosesnya, ketika ibunya bercerita. Jadk saat PAT, ia harus memaksa dulu anaknya untuk belajar meski itu ujian online.

“Waktu itu pulang kerja saya tanya apa dia sudah belajar Matematika dan jawabannya belum. Padahal sudah diingatkan sebelum saya berangkat kerja agar Dias belajar dulu. Akhirnya saya paksa Us dia tetap belajar dulu meski itu sudah sore. Saat ujian, benar saja, nilanya nggak bisa KKM. Jadilah dia saya omel karena kurang belajarnya,” cerita ibu Dias.

Menurutnya meski ujian online, anaknya tetap ia biasakan untuk belajar sebelum ujian dan tidak melihat buku saat sedang menghadap soal. 

Nyatanya, memang Dias selalu jawara meski harus menghadapi teman-temannya yang curang saat ujian.

Dari beberapa cerita dengan wali murid saat penerimaan raport, akhirnya saya simpulkan, karakter baik memang sebenarnya akan terbentuk dulu dari keluarga. Di masa belajar di rumah saat inilah waktunya anak makin menumbuhkembangkan karakter positifnya lewat keluarga.

Tak dapat dipungkiri, cerita seperti keluarga Fadli di webinar episode ‘Seru Belajar Kebiasaan Baru’ ada pada kebanyakan anak. Anak yang jenuh, orang tua yang kewalahan apalagi jika punya beberapa anak bersekolah, terjadi di mana-mana.

Karena itu saya sangat sepakat yang diungkapkan Ibu Lilis Ratnasari, Kepala Sekolah SDN Cipaganti 007 Kota Bandung. Masa belajar di rumah saat ini perlu mengutamakan kecakapan hidup, pembiasaan hidup mandiri, dan penanaman karakter. Bukan nilai pelajaran.


Related Posts

Post a Comment

Popular