Kembali ke Sekolah dengan PJJ dan PTM? Siap Dong!

4 comments

  


Gimana nih kabar para orang tua yang anaknya sudah setahun lebih sekolah di masa pandemi? Apakah masih baik-baik saja?

Hihihi… Jawab di komentar saja ya.

Kalau dari yang saya tahu, ada yang sekolah anaknya masih tetap menerapkan sistem PJJ. Alias Pembelajaran Jarak Jauh.

Ada juga yang sekolahnya sudah menerapkan Pendidikan Tatap Muka atau PTM. Tentunya dengan protokol kesehatan atau prokes dan aturan yang sudah ditetapkan. Dalam sehari, anak masuk sekolah cuma beberapa jam. Lalu selebihnya anak kembali belajar dengan cara PJJ.

Anak yang sekolah pun tidak penuh satu kelas jumlahnya. Karena adanya aturan prokes, jumlah anak yang masuk pun hanya sedikit dalam satu kelasnya.

Namun meski sudah PTM, tetap saja, masih ada orang tua yang merasa begitu banyak hal tidak memuaskan dalam pendidikan anak-anaknya saat ini.

Orang tua yang dimaksud itu, termasuk saya.

Dan saya memang nggak sendiri. Hal tersebut kembali saya sadari saat mengikuti sebuah webinar zoom yang berjudul Refleksi Pendidikan Indonesia, di Antara PJJ dan PTM. Acara ini diadakan pada hari Sabtu, 5 Juni 2021 lalu.

Alhamdulillah lewat Kumpulan Emak2 Blogger atau KEB, saya jadi berkesempatan mengikuti acara yang diadakan oleh Faber-Castell. Dalam kegiatan tersebut, ada Ibu Saufi Sauniawati seorang pemerhati pendidikan dan Bapak Christian Herawan, Product Manager PT Faber-Castell International Indonesia. Sedangkan Bapak Andri Kurniawan yang merupakan PR Manager Faber-Castell menjadi moderatornya.

Selama dua jam lebih, kami para peserta membicarakan tentang fenomena sekolah dengan proses PJJ dan PTM. Yuk, kita kupas satu persatu hal apa saja yang waktu itu dibicarakan dalam webinar zoom tersebut.

 

PJJ dan Berbagai Masalah yang Ada

Pandemi akibat Covid-19 memang memaksa terjadinya perubahan dalam dunia pendidikan. Jika sebelumnya anak bersekolah dengan porsi 50 persen lebih waktu belajarnya di sekolah, kini justru sebaliknya.

Menurut Ibu Saufi, sebetulnya ada peran yang diharapkan terjadi saat proses PJJ berlangsung.

1. Peran orang tua: sebagai pembimbing, fasilitator, pengawas, dan motivator

2. Peran guru terutama wali kelas: di bidang akademik, guru membuat materi bahan ajar yang kreatif, sebagai guru pamong, pengawas, motivator, dan peran guru itu sendiri.

3. Peran siswa: sebagai siswa yang bertanggung jawab, inovatif, memiliki rasa ingin tahu serta mampu dan mau memenuhi rasa ingin tahunya dengan mencari dari berbagai sumber, memiliki kemampuan komunikasi yang baik.

Peran ortu guru siswa dalam pjj dan ptm
Peran otang tua, guru, dan siswa di masa pandemi. Sumber foto: presentasi Ibu Saufi.


Andai baik guru, orang tua, dan anak mengambil peran masing-masing tersebut, diharapkan kualitas pendidikan dapat tetap terjaga.

Namun apa yang terjadi di lapangan, justru banyak hal yang tidak menunjang target tersebut. Beberapa masalah tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Sinyal telepon dan internet

Bagi mereka yang tinggal di pelosok daerah, masalah akses sinyal yang sulit menjadi kendala utama. Sering diberitakan, ada anak yang harus berjalan jauh dulu ke satu tempat untuk bisa mendapatkan sinyal.

Hm… jangankan yang tinggal di pelosok. Saya yang tinggalnya tidak di daerah banget saja, sering mengalami kendala sinyal. Ikutan zoom, eh, tahu-tahu keluar zoom sendiri karena sinyalnya kurang kuat.

2. Fasilitas gadget

Ada anak yang harus meminjam hp orang tuanya untuk bisa akses internet. Masalahya, kalau dalam satu rumah itu ada tiga anak yang sama-sama membutuhkan gadget, sementara cuma ibunya di rumah saja yang pegang, gimana hayo? Ini masalah yang bahkan dialami Bu Saufi sendiri lho waktu itu ia ungkapkan dalam webinar zoom.

Kalau beberapa murid saya dulu, ada yang harus menunggu orang tuanya pulang dari kerja, baru bisa belajar. Selain karena menunggu orang tuanya membimbing belajar, anak ini pun memang tidak bisa mengakses apa yang harus ia pelajari karena hanya orang tuanya yang punya gadget.

Akhirnya jadilah ada yang namanya ujian berakhir pukul sepuluh malam. Lha wong anaknya baru bisa mengerjakan ujian saat petang setelah orang tuanya pulang.

3. Kuota internet

Ada juga siswa yang orang tuanya baru punya pulsa beberapa hari kemudian sehingga selama beberapa hari, tugas anak itu pun menumpuk. Ini beneran kejadian pada siswa di tempat saya dulu mengajar.

Perkara kuota internet yang jadinya melonjak naik memang jadi keluhan bagi beberapa orang tua. Apalagi di beberapa tempat, uang sekolah hanya dipotong sedikit oleh pihak sekolah. Istilah subsidi pulsa tetap jadi kurang terasa manfaatnya.

4. Materi pelajaran kurang jelas

Ini hampir jadi masalah yang dikeluhkan banyak anak dan orang tua. Saat anak PJJ, mereka hanya belajar dengan materi presentasi, buku, ringkasan, atau video yang dibuat oleh guru.

Ada juga guru yang mengadakan kelas zoom untuk mengatasi masalah tersebut. tapi tetap saja, masalah materi kurang jelas ini jadi keluhan para siswa dan orang tua.

Uhuk, sebagai mantan guru, saya sih cuma mau komentar, kalau bahkan sudah tatap muka di sekolah pun tetap saja kok ada siswa yang kurang mampu pemahamannya. Bahkan meski sudah melewati berbagai metode pembelajaran.

Akibatnya yang terjadi, siswa kurang seberapa menangkap materi pelajaran. Selain itu bila belajar di rumah sedangkan banyak anak yang orang tuanya bekerja, pengawasan anak belajar di rumah pun jadi lemah.

Untuk masalah ini, saya sendiri kerap menemukan banyak anak yang akhirnya dileskan oleh orang tuanya. Cuma yang sering bikin saya gemas, banyak tempat les yang serta merta begitu saja memberikan jawaban pada anak, tanpa melewati proses anak paham terlebih dahulu.

Masalah dalam pendidikan selama pembelajaran jarak jauh
Kendala KBM daring. Sumber foto: presentasi Ibu Saufi


Jadi menurut Bu Saufi, pandemi ini membuat terjadinya masalah dalam dunia pendidikan yang makin hari makin bertambah.

1. Masalah perangkat dan jaringan

Awalnya, hanya perangkat dan jaringan yang jadi masalahnya. Banyak orang tua yang jadi harus menyediakan gawai khusus untuk alat belajar anaknya dalam PJJ. Tentunya, perangkat ini harus terkoneksi dengan internet yang otomatis menambah pengeluaran rumah tangga.

2. Masalah perangkat, jaringan, dan metode

Masalah yang kemudian bertambah adalah metode. Banyak guru yang tak menyangka kalau pandemi ini ternyata sampai berbulan-bulan lamanya.

Teman mengajar saya dulu saja berpikir demikian sehingga sisa semester yang ada ia isi hanya melulu penugasan.

Murid mulai jenuh. Banyak murid yang tidak mengerti materi. Orang tua pun kebingungan harus mengajari anaknya belajar di rumah.

Akhirnya guru dituntut untuk memiliki metode pengajaran yang inovatif dan kreatif dalam proses belajar mengajar selama PJJ.

3. Masalah perangkat tambahan, metode, dan motivasi

Gara-gara pandemi, dulu saya amati, tak sedikit teman-teman  guru yang belajar jadi youtuber. Guru jadi terpikir untuk punya ring light, tripod, hp yang mumpuni spec-nya terutama bagian kamera dan penyimpanan.

Metode pengajaran makin dibuat sekreatif mungkin. Sudah kreatif, tetap harus cari yang lebih kreatif lagi.

Guru juga harus mampu memotivasi murid untuk tetap mau belajar meski di rumah saja. Termasuk, memotivasi orang tua agar tetap mendampingi anak-anaknya belajar di rumah.

Masalah saat pjj
Masalah selama pembelajaran jarak jauh. Sumber foto: presentasi Ibu Saufi.


Namun dengan segala kondisi tersebut yang terkesan membuat mundurnya kualitas pendidikan, sebetulnya menurut Bu Saufi, ada dampak positif pandemi dalam dunia pendidikan.

Dampak positif tersebut mengenai beberapa hal, seperti karakter, kreativitas, pendidikan, dan orang tua.

Hal positif dari pandemi dalam dunia pendidikan
Dampak positif pandemi di bidang pendidikan. Sumber foto: presentasi Ibu Saufi 


 

Meminimalisir Keterbatasan Perangkat dengan Stylus Faber-Castell

Dulu sewaktu menjadi guru, terkadang saya memberikan tugas dari sumber buku lain yang tidak dimiliki siswa. Akhirnya, siswa mengerjakannya dengan menulis ulang soal di buku tulis, atau langsung menulis jawbannya saja.

Menurut Bu Saufi, ia pun pernah menjumpai guru yang memberi tugas dan untuk mengerjakannya, tugas yang difoto itu harus diprint, dikerjakan, lalu dikumpulkan.

Kalau yang terjadi pada anak saya Kayyisah, gurunya setiap minggu memberi tugas yang harus diambil difotokopian tertentu. Setelah dikerjakan, lalu secara berkala, saya mengumpulkannya ke sekolah.

Bahkan di kota besar, hal ini bisa membuat orang tua harus membeli printer karena memang kebutuhan yang besar untuk mencetak tugas anak.

Melihat hal ini, Faber-Castell akhirnya mengeluarkan paket belajar online yang memang diciptakan berdasarkan kebutuhan PJJ. Menurut Product Manager PT Faber-Castell International Indonesia, Bapak Christian Herawan, Paket Belajar Online Faber-Castell memang berdasarkan hasil srvey yang ada di masyarakat khususnya terkait PJJ. Kebanyakan gawai yang digunakan sebagai perangkat utama PJJ dinilai kurang optimal dalam mendukung kegiatan pembelajaran.

Paket Belajar Online Faber-Castell terdiri dari satu stylus, satu pensil 2B, satu penghapus, satu pulpen, dan satu rautan.

Nah, keberadaan stylus dalam Paket Belajar Online Faber-Castell inilah yang terutama bisa meminimalisir penggunaan print, serta membuat proses pengerjaan tugas selama PJJ lewat hp jadi lebih ringan.








Kelebihan stylus dalam Paket Belajar Online Faber-Castell ini adalah karetnya bertekstur lembut sehingga tidak merusak layar hp. Cocok juga digunakan untuk semua jenis hp.

Menurut Pak Christian, Paket Belajar Online Faber-Castell ini bisa dijumpai di toko tradisional maupun moderen dengan harga yang cukup terjangkau, kisaran Rp30 ribu hingga Rp35 ribuan. Kita juga bisa mendapatkannya di official store Faber-Castell yang ada di Tokopedia, Blibli, Bukalapak, atau Lazada.

 

Tahun ajaran baru 2021-2022 tinggal beberapa hari lagi. Melihat perkembangan kasus Covid-19 di beberapa daerah, sepertinya metode PJJ tetap akan dilaksanakan. Bahkan untuk daerah yang berzona hijau sekalipun, tetap saja pelaksanaan PJJ akan dilakukan dengan dikombinasikan PTM yang itu pun hanya berlangsung beberapa jam saja di sekolah. 

Saya sendiri sebagai orang tua yang apalagi Kayyisah sebentar lagi akan masuk kelas 1 SD, tentunya harus memersiapkan segala kemungkinan bentuk pembelajaran yang akan berlangsung nantinya. Yang terpenting, anak harus tetap belajar dengan baik.

Jadi gimana nih buat para orang tua, sudah siap kan kalau ketemu PJJ lagi? Hihihi, pastinya harus siap dong ya…

Related Posts

4 comments

  1. Memang serba dilematis, Mba.
    Kalo ortu mayoritas ya pengin supaya tatap muka.

    Tapiii, mengingat kondisi masih seperti ini....apa boleh buat.
    PJJ adalah opsi paling bijaksana

    ahhh, untung ada faber castell yg bisa menemani aktivitas kita semua

    ReplyDelete
  2. PJJ atau PTM sebenarnya sama2 punya plus minus. Pilihan PJJ untuk kondisi saat ini mungkin jadi yang terbaik mengingat memang PTM belum memungkinkan untuk dilakukan

    Memang butuh banyak penyesuaian dan permakluman ditengah berbagai keterbatasan yang ada. Semua sama-sama berproses, baik guru, siswa maupun orang tua

    Bersyukur faber castle hadir dan ikut mengambil peran untuk kelancaran pendidikan anak Indonesia. Semoga menjadi partner yang baik untuk kemajuan dunia pendidikan

    ReplyDelete
  3. Emang bener, ada saja drama selama PJJ karena ortu dan anak kadang mencapai titik kebosanan. Namun untuk kami sekeluarga, selama masih ada opsi PJJ, insyaallah mau pilih itu saja ketimbang PTM yang mengkhawatirkan, apalagi sekarang. Nah, pas lihat stylus dari Faber-Castell, kok keren banget! Anak-anak bakalan senang paka alat tambahan itu, selain akurat juga unik, menambah proses belajar makin fun! Inovatif kreasinya.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular