Menjadi Wanita Tangguh di Lingkungan Kerja yang Didominasi Pria

Post a Comment

Di zaman yang seperti sekarang ini, kedudukan wanita dalam dunia kerja memang nggak hanya pada bidang-bidang yang dahulu menjadi ciri khas wanita. Misalnya, bidang administrasi atau keuangan yang menuntut kerapihan dan ketelitian. Bidang-bidang kerja yang dulunya identik dengan kekuatan tangan pria kini pun telah dirambah oleh kaum wanita.

Dan ketika wanita telah memasuki bidang kerja tersebut, kata kompetensi tetap akhirnya yang berbicara. Sehingga saat wanita ada di bidang kerja yang kebanyakan mayoritas pria atau identik dengan kekuatan pria, bukan berarti ia kemudian mendapat keringanan.

Kali ini, saya ingin membahas tema ini nih, bagaimana sih menjadi wanita yang bekerja di lingkungan kerja yang kebanyakan mayoritas adalah pria. Tulisan ini adalah hasil liputan saya dulu saat menjadi reporter, yang mewawancarai Ibu Sri Susilowati, Senior Executive HRD Batamindo waktu itu.

Menurut Bu Susi, wanita yang bekerja di lingkungan yang mayoritas pria tidak kemudian membuat wanita bisa menjadi manja. “Karena sekali lagi dasar dari berpijaknya dalam dunia kerja seperti ini adalah kompetensi yang disyaratkan dalam profesionalitas kerja,” jelasnya.

Jadi secara garis besar, sebetulnya tidak ada masalah ketika wanita ada dalam dunia kerja yang banyak didominasi oleh pria atau bidang kerja yang identik dengan pria. Batasan yang ada pun jikalau ada, lebih bersifat normatif. Karena dalam UU ketenagakerjaan mengatur secara menyatu tanpa menyebutkan bidang kerjanya.

“Perempuan dalam UU Ketenagakerjaan dapat jatah cuti melahirkan atau cuti haid. Bahkan ada juga lho yang kalau pulang dapat jatah kendaraan untuk diantar,” imbuh Susi menerangkan hak perempuan yang diatur dalam UU.

Belum lagi kesediaan wanita pada saat wawancara masuk kerja. Ketika wanita menyatakan mampu untuk bekerja seperti apa yang biasa dilakukan oleh pria, dan juga terbukti mampu pada saat tes masuk kerja, maka ia akan dirasa mampu.

Berpikir pada Efektfitas Kerja

Setelah membahas tentang wanita di dalam dunia kerja yang banyak didominasi oleh pria atau memang identik dengan bidang kerja pria, maka kini kita akan bicara tentang bagaimana jika wanita ingin meminta tambahan tanggungjawab atau jenjang tingkatan kerja.

Pada dasarnya tidak ada perbedaan dalam hal ini. Karena baik karyawan pria atau wanita, masalah ini merupakan proses aktualisasi diri dan semua orang pasti menginginkannya.

Namun ketika wanita menginginkan hal tersebut, sebetulnya ada yang perlu ia pertimbangkan. “Jika ia dirasa mampu untuk memegangnya, pasti hal tersebut akan diberikan oleh atasan. Kecuali bidang kerja yang bersifat teknis atau fisik dan spesifik pada sektor-sektor tertentu,” imbuh Bu Susi.

Bidang kerja yang menyangkut hal tersebut biasanya menyangkut masalah efektifitas kerja. Misalnya, pekerjaan tersebut memang bisa dikerjakan oleh wanita tapi membutuhkan dua sampai tiga orang wanita. Namun jika dikerjakan oleh pria cukup hanya satu orang saja. Tentu saja menurut Bu Susi, yang dipilih adalah pria.

Biasanya, perempuan akan diletakkan pada karakteristik kerja yang lebih spesifik khas wanita. Dengan meletakkan wanita pada bidang kerja seperti itu diharapkan hasilnya akan lebih bagus lagi.

Profesionalisme dan Bukan Budaya

Tidak menutup kemungkinan memang jikalau wanita dapat menduduki posisi puncak hingga memiliki bawahan yaitu pria dan wanita dan tidak hanya sebagai second line. Dalam kondisi sepert ini, diharapkan tidak ada lagi yang namanya budaya dimana pria harus lebih tinggi daripada wanita.

“Lepaskan budaya. Dan lebih baik, hadirkan profesionalisme. Jadi kembalikan ke kadar profesionalitas. Harusnya seperti apa, maka lakukanlah seperti apa. Termasuk dalam menjadi seorang pemimpin,” jelas Bu Susi.

Jika itu menyangkut masalah kewibawaan, sebetulnya tidak hanya pria yang bisa memilikinya. Wanita pun jikalau ada dalam posisi pemimpin, bisa juga untuk memiliki kewibawaan seperti pria. Asalkan sekali lagi, dikembalikan kepada profesionalitas.


Related Posts

Post a Comment

Popular