Hingga sekitar umur delapan bulan,
Kayyisah menjadi anak yang menggemaskan. Grafik berat badan yang biasanya
selalu di warna hijau muda bahkan kuning, di usia tujuh hingga delapan bulan,
grafik berat badan Kayyisah bisa ada di warna hijau tua.
Kalau melihat fotonya saja tampak
menggemaskan. Makannya sedang lahap-lahapnya.
Tapi beberapa minggu kemudian, semuanya
berubah. Makin hari nafsu makannya makin susah. Sampai-sampai pernah lho selama
berminggu-minggu, Kayyisah hanya mengandalkan ASI dan air kacang hijau.
Makannya hanya satu atau dua sendok makan alpukat.
Pola makan seperti itu di usianya yang sekitar
sembilan bulan hingga setahun, lho! Bayangkan saja, anak umur segitu makannya kayak
begitu.
Beberapa keanehan lain yang saya temukan
saat itu, dalam sehari Kayyisah kurang kuantitas buang air kecilnya. Kalau
dipakaikan diaper setelah mandi pagi, saat dicopot sebelum mandi sore lho
diapernya masih kering! Parah kan?
Waktu saya cerita ke abinya dan juga
ibu, mereka pada bilang kalau bisa jadi cairan tubuhnya sudah keluar atau
terganti di keringatnya.
Lalu sempat juga ada benjolan di daerah
dekat leher. Waktu itu saya kira bisul. Tapi di kemudian hari saat tahu
bagaimana ibu sakit TB kelenjar, bisul yang pernah terjadi pada Kayyisah itulah
yang kemudian muncul di ingatan saya. Saya menduga, benjolan di lehernya waktu
itu sepertinya sebagai tanda awal Kayyisah kena TB.
Kemudian setelah Kayyisah opname di usia
setahun, setiap hari badannya selalu sumeng. Waktu abinya tahu, katanya bisa
jadi itu menurun dari dia yang memang kondisi badanya sering hangat setiap harinya.
Belum lagi keanehan lain seperti
Kayyisah yang selalu tidur malam dengan keringat berlebihan. Keringatnya itu
bisa kayak anak kecil ngompol di kasur lho saking banyaknya!
Kayyisah
Positif Tes Mantoux
Setelah mendapat kabar dari ayah dan ibu
agar Kayyisah juga perlu diperiksa apakah kena TB atau tidak, akhirnya saya
membawanya ke dokter anak dan memberi tahu pesan dari dokter paru. Waktu itu
usia Kayyisah beberapa hari lagi akan berulang tahun yang ke dua.
Dokter anak yang saya temui sempat
bertanya, serumah siapa yang sakit TB, apa Kayyisah mengalami batuk-batuk, apa
nafsu makannya sedikit. Saya jawab kalau kami satu rumah dengan ayah dan ibu
yang positif TB. Sedangkan tentang batuk, Kayyisah tidak sedang batuk sama
sekali. Pun untuk selera makannya, waktu itu tidak sebegitu parah jika
dibandingkan saat usianya sebelum setahun.
Akhirnya dokter memberi tes mantoux
untuk Kayyisah. Bentuk tesnya seperti ini, dokter memberikan suntik di bagian
tangan. Lalu, bekas suntikannya dilingkari. Kalau tidak salah dua atau tiga
hari setelah suntik, bekas suntikannya akan dicek lagi. Apakah diameternya
melebar besar ataukah tidak.
Lingkaran merah itulah yang jadi tolak ukur apakah anak kena TB atau tidak. |
Seingat saya, jika diameternya sekitar
dua senti meter lebih, berarti tes mantouxnya positif. Dan hasilnya pada
Kayyisah ternyata positif.
Rasanya langsung lemas saat dengar vonis
dokter. Lemasnya itu karena harus memberikan minum obat TB ke Kayyisah selama
enam bulan. Kalau kelewatan sehari saja kan harus mengulang lagi dari awal.
Sementara itu di sisi lain, saya agak
lega. Pada akhirnya segala keanehan yang ada pada Kayyisah terjawab
penyebabnya. Kayyisah yang sampai belum bisa jalan di usia dua tahun dan harus
terus terapi ke bagian rehab medis, atau Kayyisah yang susah makan sampai
badannya ceking, akhirnya saya tahu apa alasannya.
Pemberian obat TB atau OAT (obat antiTB)
ke Kayyisah ini mirip yang didapat ayah. Jadi, saya diberi kartu yang sama
seperti yang dipegang ayah dari dokter. Kartunya ini juga akan dikembalikan ke
dokter saat masa pengobatan TB selesai.
Kartu Berobat TB |
Jadi penentuan TB pada anak itu nggak melulu karena hasil tes mantouxnya
positif. Ada poin yang lain juga sebagai bahan pertimbangan, seperti apakah
tinggal serumah atau kesehariannya si kecil dengan siapa, berat badan, demam
berkepanjangan, batuk, dan yang lainnya. Tiap poin nada skor dan angka
penentuannya berdasarkan apa saja.
Lantas bagaimana dengan saya dan abinya
yang juga tinggal serumah? Jadi, sebetulnya saya sempat juga datang ke dokter
paru.
Pas ke sana, saya ditanya apakah saya
batuk yang kemudian saya jawab enggak. Dokternya kelihatan bingung. Saya
ditanya lagi deh, dan saya jawab sama.
Kata dokternya, kalau nggak batuk ya
sudah. Nggak bisa ditentukan kalau itu TB. Mau uji dahak juga nggak bisa. Kalau
mau gambling dikasih obat TB juga bahaya. Karena obat TB ini ada efek
sampingnya. Nggak bisa asal dikasih ke orang.
Kalau Kayyisah bisa kena TB sedangkan
saya dan abinya tidak, alasannya karena kalau tidak salah, Kayyisah tertular
saat ia diajak bersepeda kayuh keliling dengan ayah. Jadi setiap sore, Kayyisah
sering diajak ayah bersepeda dengan posisi Kayyisah yang ada di depan ayah.
Posisi kepala Kayyisah pas ada di
sekitar depan kepala ayah. Jadi penularannya lewat udara yang cepat banget. Apalagi
kalau sesekali waktu itu ayah batuk.
Perjuangan
Memberi Obat Selama Enam Bulan
Iya beneran, perjuangan banget deh
ngasih obat TB alias OAT ke Kayyisah. Awal-awal sekitar hampir satu bulan
lebih, saya sampai nangis segala kalau ngasih obat ke dia.
Obatnya itu bentuknya tablet yang harus
dilarutkan ke air sebelum diminumkan ke Kayyisah. Terkadang saja Kayyisah dapat
obat yang bentuknya puyer.
OAT, Obat antiTB |
Lha anaknya waktu itu masih umur dua
tahun dan nggak pernah makan permen. Jadi, saya harus melarutkan obat ke dalam
mangkok kecil dengan sedikit air. Kalau sudah larut semua obatnya dengan air,
saya minumkan Kayyisah.
Kalau sudah lebur dengan air, perjuangan
saya dimulai. Jadi, Kayyisah mesti saya gendong erat. Tangan dan kaki posisi
dikunci. Itu posisi saya bisa hampir mirip kayak orang mau smack down deh!
Terus kalau sampai Kayyisah muntah, ya
salam… saya mesti memasukkan obat lagi ke dia. Anaknya mesti nangis kejer lagi lah
setiap kali minum obat. Hadeuh…
Awal-awal sering terjadi drama muntah
karena sayanya yang memberikan obat setelah jam makan malam Kayyisah. Obatpun hampir
selalu sukses dimuntahkan Kayyisah.
Saat tanya-tanya teman di Facebook,
beberapa teman bilang kalau obatnya bisa diminumkan pagi sebelum makan. Setelah
saya tanya ke dokter dan katanya bisa, saya ganti pola minum obatnya. Hingga akhir
masa pengobatan, pola minum obat saat bangun tidur pagi yang saya gunakan pada
Kayyisah.
Nggak hanya urusan minum obat TB saja
perjuangannya. Selama masa pengobatan, Kayyisah juga harus dijaga kondisinya.
Berat badannya harus selalu naik. Terus kalau kata teman, jangan sampai sakit.
Kena flu saja bisa ngefek ke imunnya yang itu berarti mengganggu proses
penyembuhan.
Selama masa minum obat, saya dan
Kayyisah nggak bisa dan sulit ke mana-mana. Lha tiap hari harus ngelarutin obat
dengan cara ini itu, juga ngeminumin obat yang sayanya pakai acara posisi smack
down segala. Belum lagi kalau kena tragedi muntah.
Selain OAT, Kayyisah juga diminta dokter
untuk minum vitamin khusus. Kalau dari cerita-cerita dengan orangtua yang
anaknya kena TB, rata-rata sama sih vitaminnya, Likurmin. Vitamin ini untuk
menjaga kerusakan fungsi hati yang bisa terjadi akibat efek samping OAT. Selain
itu juga untuk nafsu makannya.
Alhamdulillah, akhirnya Kayyisah bisa
selesai masa minum obatnya selama enam bulan. Dan hampir berbarengan dengan
masa akhir Kayyisah minum OAT, Kayyisah bisa jalan!
Baca juga:
TB, penyakit yang membuat ayah berhenti merokok
Penyebab malnutrisi hingga telat tumbuh kembang itu bernama TB
Kebayang Bu !
ReplyDeleteMinum sirup yang manis aja Khalid harus dipencet hidungnya dan dipangku dg posisi tangan dan kaki ditahan agar tidak gerak.
Gimana yg pait :(
Sebetulnya obat TB manis sih. Tapi rasanya terlalu kuat.
DeleteJadi ingat teman saya yang anaknya juga didiagnosa kena tb. Lumayan lama juga pengobatannya. Saya juga nih agak takut anak saya ada penyakit tak ketahuan karena bb nya susah naik beberapa bulan terakhir. Semoga anaknya sehat selalu ya, mbak
ReplyDeleteAda poin-poin tertentu kok Bun untuk dokter memutuskan apakah anak kena TB atau nggak. Sementara di anak saya, poin yang terkumpul banyak.
DeleteBun, anakku sudah saya ronsen kan thorax dan hasilnya suspek tb / bronkitis. Tapi setelah di test mantoux hasilnya negatif. Saya & keluarga yg serumah juga tidak ada yang punya riwayat TB. Tapi memang berat badannya susah sekali naik Bun,
DeleteCoba cari second opinion Bun ke dokter anak yang lain. Karena BB seret bisa juga faktor defisiensi zat besi.
DeleteMakasiih sharingnyaaa mbaak ikaa, semogaaa Kayyisaah sehat" terus mbaak yaaa. Aamiin. . .
ReplyDeleteAamiin... Makasih Tante Lucky...
DeleteAnak saya 2 tahun juga susah naik BBnya Mba. Skrg lg ogah makan nasi tapi mau jagung, kentang, karbo. Tapi suka kepikiran apa harus tes juga ya. Saya itu trauma ke dokter anak karena pernah dpt komen nyelekit soal ASI, ngapain dikasi ASI terus begitulah kira2. Kalau konsul agaknya saya baw dulu ke dokter umum tempat saya berobat dari kecil deh.
ReplyDeleteSehat bahagia selalu nak
ReplyDeleteTerimakasih ya mom sharingnya, anakku bru kmarin test mantoux. Apapun hasilnya akan aku jadikan pelajaran dan dh ikhlas, bismillaj. Doakan ya mom
ReplyDeleteTerimakasih mom atas sharing pengalamannya,semoga sehat selalu ya
ReplyDelete