Tetangga Pak Topi Hitam

2 comments

Tetangga Pak Topi Hitam

Seperti biasanya, apapun bisa jadi ide untuk seorang penulis. Termasuk ide untuk cerpen yang pernah dimuat di Majalah Bobo ini.

Aslinya, ide karakter tokoh Pak Topi Hitam itu berasal dari saya sendiri dan seorang teman. Kadang, saya bisa suka cerewet ngatur ini itu ke orang lain.

Nah, ternyata saya punya teman yang lebih ekstrim lagi. Dia sampai sering menyakiti hati temannya. Padahal temannya memberikan sesuatu yang tujuannya biar dia suka.

Tapi kalau langsung dikomentari nggak enak, ya siapapun juga akan kaget dong ya.

Jadi begitu deh ide insipirasi di balik cerpen ini. Selamat membaca ya…

***

Tetangga Pak Topi Hitam

“Tetangga yang baik itu suka kebersihan, enggak suka berisik, lalu kalau dikasih makanan itu ya balas memberi makanan,” Pak Topi Hitam berhenti mengomel sejenak. Ia teringat Pak Gendut yang dulu tinggal di sebelah kiri rumahnya.

“Balas memberi makanannya itu juga harus yang enak. Aku kan sudah memberi dia mi istimewa yang kubuat dengan sari strawberry. Eh, dia cuma mengirimi aku mi goreng biasa. Tetangga macam apa itu?” Pak Topi Hitam terus mengomel sambil berjalan. Ia tidak sadar jika langkahnya telah sampai di Kampung Baru tempat para tetangganya sekarang tinggal.

Dulu, Pak Topi Hitam hidup dikelilingi tetangga yang baik dan ramah. Namun selalu ada yang menurutnya kurang baik dari para tetangganya itu. Karena tidak tahan, satu per satu para tetangga Pak Topi Hitam pindah ke Kampung Baru. Mereka menghormati leluhur Pak Topi Hitam yang pernah membangun Desa Lama.

Saat sadar, Pak Topi Hitam lantas segera bersembunyi. Ia ingin tahu bagaimana kehidupan para tetangganya kini di Kampung Baru.

Ia melihat Bu Rok Kuning sedang memetik labu. Pak Topi Hitam memekik tertahan. Itu buah kesukaannya! Dulu, ia sering membuat kue labu. Tapi tidak lagi sejak Bu Rok Kuning pindah. Pak Topi Hitam selalu kesal pada Bu Rok Kuning yang suka memupuk kebunnya dengan kotoran sapi. Menurut Pak Topi Hitam, kebun labu jadi membuat lingkungan desanya bau.

Lalu, ia melihat Nona Sepatu Besar sedang membawa sekeranjang apel hijau. Lagi-lagi Pak Topi Hitam menutup mulutnya erat-erat. Ia takut suara memekiknya terdengar karena begitu ingin apel itu. Dulu Nona Sepatu Besar sering datang ke rumahnya memberi apel hasil kebunnya sambil bernyanyi keras. Pak Topi Hitam tak suka dengan suara Nona Sepatu Besar yang berisik. Tapi sejak Nona Sepatu Besar pergi, ia tidak bisa lagi membuat manisan apel.

Pak Topi Hitam mengeluh. “Uh, andai saja aku bisa berkebun, pasti aku bisa membuat kue labu dan manisan apel yang lezat!”

Tak lama kemudian, Pak Topi Hitam melihat Pak Gendut berjalan melintas. Ia menyapa Nona Sepatu Besar dan Bu Rok Kuning. “Wah, labu yang besar dan bagus. Apel-apelnya juga terlihat segar. Andai ada Pak Topi Hitam, ia pasti bisa membuat makanan yang lezat.”

Nona Sepatu Besar tertunduk sedih menatap keranjang apelnya. “Sayang, aku tidak bisa membuat manisan apel seenak buatannya. Andai bisa, aku ingin membuatnya dan mengirimkan untuk Pak Topi Hitam. Bukankah sekarang hari ulang tahunnya? Aku ingin memberi kado itu untuknya.”

“Ya, aku juga tidak bisa membuat kue labu yang lezat. Aku ingin membuatnya dan memberikan itu padanya. Tapi, ia pasti tidak suka,” sahut Bu Rok Kuning.

“Sama. Aku juga tidak bisa memasak yang enak. Eh, bagaimana jika malam ini kita diam-diam datang ke rumahnya? Kita letakkan saja sekeranjang apel dan sebuah labu besar di depan pintu rumahnya?” usul Pak Gendut.

Mata Bu Rok Kuning dan Nona Sepatu Besar langsung berbinar.

“Usul yang bagus. Biar dia sendiri yang memasaknya. Sejak kita pergi, ia tidak bisa lagi membuat kue labu dan manisan apel karena ia tidak pernah bisa berkebun,” ujar Bu Rok Kuning.

“Ya, aku setuju. Aku janji, nanti malam aku akan datang dan tidak bernyanyi. Aku tak mau ia terganggu lagi dengan suaraku,” ucap Nona Sepatu Besar.

Pak Topi Hitam yang mendengar semua itu merasa terharu, para tetangganya masih ingat makanan-makanan yang suka ia buat. Bahkan mereka ingat jika sekarang hari ulang tahunnya. Sementara Pak Topi Hitam sendiri malah lupa.

Sebuah ide terbersit di kepala Pak Topi Hitam. Ia ingin menyambut kedatangan tetangganya malam ini dan membuatkan kue labu dan manisan apel untuk dimakan bersama. Pak Topi Hitam malu, ia selalu menuntut tetangga-tetangganya ini dan itu. Sementara mereka tak pernah marah saat Pak Topi Hitam mengusir mereka dari Desa Lama.


Related Posts

2 comments

  1. asyik...rajin nulis cerepn ya mbak..aku juga lagi mengasah ketrampilan nulis fiksi nih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kebanyakan yang di blog ini cerpen-cerpen lama yang pernah dimuat Mbak. Buat dokumentasi dan portofolio :D Semoga juga banyak manfaatnya buat para ortu dan anak-anak...

      Delete

Post a Comment

Popular