Peduli Lingkungan dengan Menyulap Emas dari Kotoran Limbah Ternak

Post a Comment

 

Sumber foto: infopublik.id

Anak muda yang mau peduli lingkungan, rasanya hanya sedikit jumlahnya yang ada di bumi ini. Karena biasanya, anak muda identik dengan kecanggihan teknologi atau hiburan terkini.

Namun hal tersebut tidak berlaku bagi Asriafi Ath Tha’ariq. Jika kebanyakan anak muda tidak melirik isu lingkungan karena dianggap tidak menghasilkan cuan, pemuda asal Lumajang ini justru malah menemukan emas di balik kotoran hewan dan manusia.

Tha’ariq sendiri mengakui banyak anak muda yang kurang peduli lingkungan karena merasa tidak mendapat apapun dari sana. Apalagi hal yang menguntungkan.

“Kalau memang berpikirnya ke bisnis pendapatan itu nggak ada memang. Tapi kalau kita kelola dengan baik, banyak masyarakat yang memenuhi manfaat di situ.  Nah berkahnya di situ. Secara tidak sadar, ada rejeki yang datang di situ kan gitu,” jelas Tha’ariq yang pada tahun 2012 mempelopori berdirinya Gerakan Pemuda Lumajang atau yang disingkat dengan Gedang.

Di Gedang, Tha’ariq dan teman-temannya melakukan pengembangan kapasitas untuk anak-anak yatim piatu dan fakir miskin. Seiring waktu, Tha’ariq menyadari adanya masalah lain di Lumajang selain masalah kemiskinan.

Saat itu, pria lulusan Studi Teknik Energi Terbarukan Politeknik Negeri Jember tahun 2014 ini melihat adalah masalah limbah peternakan yang mengotori sungai dan memiiki dampak buruk bagi lingkungan di Lumajang.

 

Awalnya, Membuang Kotoran Ternak di Sungai Adalah Hal yang Biasa

Sebelum Tha’ariq dan kawan-kawannya turun untuk menangani masalah limbah kotoran ternak, para peternak di Lumajang sudah terbiasa membuang kotoran ternaknya secara sembarangan di sungai. 

Sunga yang kini bersih tidak tercemar limbah kotoran ternak. Sumber foto: lumajangkab.go.id

Parahnya, jumlahnya cukup banyak sekali. Selain dibuang ke sungai, kotoran hewan ini terkadang juga diendapkan begitu saja di halaman rumah masing-masing para peternak.

“Mau gak mau dari sungai itu kan mengaliri dari hulu ke hilir.  Sementara kan kota itu kan hilir.  Jadi terdampak,” imbuh Tha’ariq.  

Selain urusan limbah dari peternakan, Tha’ariq dan kawan-kawannya juga bergerak ke lingkungan pekotaan yang tidak ada peternakannya. Di kemudian hari, ia menyadari bahwa di Kota Lumajang pun memiliki masalah limbah lainnya yaitu limbah manusia.

 

Yang Dulunya Dibuang, Kini Justru Menguntungkan

Pada awalnya, profesi yang Tha’ariq geluti tidak terkait dengan aksi kepedulian lingkungan. Ia mengaku hanyalah seorang tenaga pemasaran produk pupuk. Di saat itu, ia pernah masuk ke dalam pabrik pembuatan pupuk dan tahu bagaimana proses pengolahan pupuk yang sebenarnya.

Dari situlah ia lantas mengetahui bahwa sebetulnya kotoroan-kotoran ternak yang selama ini dibuang begitu saja bahkan sampai bisa mencemari lingkungan, sebenarnya bisa menghasilkan cuan.

Akhirnya Tha’ariq mulai melakukan gerakan menabung kotoran ternak. Tha’ariq dan kawan-kawannya dengan dibantu pemerintah lantas mencoba mengolah kotoran yang ada.

“Ternyata limbah itu kalau dimanfaatkan dengan baik,  ternyata mendapatkan hasil.  Bisa dapat hasil,  bisa dapat pendapatan di situ,” ujar Tha’ariq yang menganggap limbah dari ternak sebenarnya bisa punya nilai juga. 

Awalnya apa yang dilakukan Tha’ariq ini tidak dipedulikan oleh para peternak. Ia mengaku, sampai sepuluh bulan lamanya ia mencoba membujuk para peternak untuk mau berubah tak lagi membuang-buang kotoran ternaknya. Saat para peternak tidak percaya jika limbah ternak bisa menghasilkan cuan, Tha’ariq pun meminta mereka mencobanya terlebih dahulu.

Sebenarnya menurut Tha’ariq, jarak dari kandang dengan sungainya sebetulnya tidaklah dekat. Karena itu, para peternak biasanya membutuhkan usaha ekstra untuk membuang limbah kotoran ternak mereka ke sungai. 

“Kalau saya kan nggak perlu dibuang. Taruh di kandangnya,  ditaruh belakang kandang ternaknya. Nggak perlu usaha. Dan dia usahanya malah bisa menghasilkan uang.  Kalau dulu kan usahanya untuk membuang,  sekarang usahanya untuk mengolah,” ucap Tha’ariq.

Sumber foto: radioidola.com

Setelah terbukti ternyata kotoran limbah ternak bisa menghasilkan, awalnya para peternak meminta ditukar dengan sembako. Sementara itu sistemnya, para peternak ini tidak perlu repot-repot dalam mengurus limbah kotoran ternaknya.

“Jadi sak itu kita yang kasih.  Ayaan itu kita yang berikan.  Mereka mau kasbon dulu sebelum ini kita kasih,” jelas Tha’ariq yang menerapkan jaminan kepercayaan terhadap urusan kasbon atau bayaran di muka untuk para peternak dengan jaminan kepercayaan.

Tha’ariq lantas bekerja sama dengan para peternak untuk mengumpulkan kotoran ternaknya di kandangnya masing-masing terlebih dahulu. Para peternak ini juga yang nanti akan mengolah kotoran ternaknya sendiri. Kotoran yang sudah terkumpul lantas akan disetor ke Tha’ariq untuk selanjutnya dibantu pemasarannya.

Di tahun pertama, Tha’ariq dan kawan-kawannya di komunitas Gedang membuat plasma di setiap desa yang menghasilkan penghasil limbah kotoran ternak. Selain itu, mereka juga melakukan koordinasi dan strategi pengolahan serta pemasaran limbah yang ada.

Bayaran atas limbah yang dikumpulkan dari para peternak ini kemudian disepakati lewat akad. Ini dikarenakan menurut Tha’ariq, secara Islam, kotoran tidak boleh diperjualbelikan. Jadi, ada perjanjian atau akad terkait biaya jasa pengemasan kotoran ternak.

Lokasi pengumpulan kotoran limbah ternak ini sendiri ditentukan bersama desa dengan memanfaatkan gudang KUD yang tidak terpakai. Dengan KUD sendiri biasanya juga ada kerja sama dalam bentuk sistem bagi hasil.

Seiring dengan berjalannya waktu, kegiatan yang dilakukan Tha’ariq ini pun mulai bekerja sama dengan PT Petrokimia. Efek positifnya, akhirnya makin banyak limbah kotoran ternak yang termanfaatkan serta dan tidak terbuang dengan begitu saja.

Atas usahanya peduli terhadap lingkungan tersebut, Tha’ariq akhirnya mendapat penghargaan SATU Indonesia Awards untuk tingkat Provinsi Jawa Timur di tahun 2022 dengan kategori Lingkungan.

Satu hal yang bisa kita tiru dari Tha’ariq adalah tentang semangatnya untuk memulai hal baik utamanya terkait masalah lingkungan. “Kan motivasi terbaik dalam melakukan hal itu adalah mau memulai. Kalau tidak mulai-mulai kan ya tidak tahu kita,” pesan Tha’ariq.

 

Related Posts

Post a Comment

Popular