Bahagia Menjadi Seorang Ibu

2 comments


Asli, sebetulnya kalau ditanya apa yang berubah saat setelah menjadi ibu, saya merasa nggak banyak yang berubah.

Misalnya nih, kalau orang kebanyakan bicara tentang fisik, saya sendiri merasa cuma menjadi orang yang bobotnya bertambah 10 kilogram. Baju sewaktu masih lajang memang ada sih beberapa yang tidak bisa lagi dipakai. Tapi saya sendiri nggak merasa itu perubahan yang terlalu terasa.

Urusan penampilan pun hampir nggak ada perubahan juga. Masih nggak doyan dandan dan kalau keluar rumah suka seadanya. Masih pakai baju yang modelnya sama. Urusan tas pun masih ransel mania. Malah kalau punya anak, lebih enak lagi pakai ransel karena semua-semua bisa masuk.

Satu hal yang juga nggak banyak berubah adalah urusan karakter. Saya masih jadi sosok yang tegas dan keras.

Mungkin alasan kenapa tidak banyak yang berubah antara sebelum dengan sekarang saat menjadi ibu, karena sebelumnya saya pernah kerja yang labelnya pengajar. Pernah pegang mulai dari yang mahasiswa usia remaja, anak balita, serta anak sekolahan SMA. Jadi dari dulu sampai sekarang perasaan punya anak itu selalu ada.

Tentu tetap ada sih yang berubah. Beberapa yang saya rasa antara lain…

1. Enggak lagi seenaknya bisa pergi ke mana-mana

Kalau dulu, mau kerja apa, ngerantau di mana, pergi ke mana, kayaknya tinggal was wus dan enteng mikirnya. Tapi pas sudah punya anak, semuanya jadi ekstra dipikir pertimbangannya.

Tiap mau ngelamar kerja, saya lebih mikirin anak nanti gimana dan akhirnya selalu bikin saya mengurungkan niat. Malah pernah tahun kemarin keterima kerja, baru masuk sehari, langsung besoknya saya minta mundur.

Kalau mau jalan ke mana pun saya juga jadi mikir dulu, anak nanti sama siapa, atau kalau ikut saya pun mesti dipikir apa saja yang perlu dipersiapkan.

2. Harus jeli cari me time

Sebetulnya, saya punya karakter introvert yang punya kebutuhan waktu dan ruang untuk sendiri. Iya, buat orang introvert, menjadi sendiri selama beberapa waktu itu bentuk kebutuhan, lho.

Sementara sekarang kondisinya, ada anak yang ngintil di belakang saya terus selama 24 jam setiap harinya. Suami kerja berangkat pagi pulang malam.

Jadi me time-nya ya pas anak tidur. Itu pun catatannya kalau tidak ada kerjaan rumah atau nulis yang mesti dikerjakan.

Waktu yang terbatas untuk sendiri dan melakukan sesuatu semau saya sendiri itu bikin saya jadi harus mengalah dan mengakui, memang ya ini yang harus dialami dan dilakukan semasa menjadi ibu dengan anak balita.

3. Harus lebih pintar jadi peramal

Ini maksudnya bukan peramal dalam arti yang sesungguhnya lho ya. Tapi bisa melihat sesuatu dari berbagai sisi, dan membaca kemungkinan yang bisa terjadi.

Nah, saya kan karakternya logis banget. Tapi yang sering saya temui pada Kayyisah, dia sering menunjukkan atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ingin saya lakukan untuknya, ternyata di waktu kemudian barulah ketahuan apa maksudnya Kayyisah.

Misalnya nih ya, saya minta dia untuk duduk di suatu tempat. Dianya nggak mau. Saya minta lagi, dianya tetap nggak mau. Eh ternyata beberapa waktu kemudian, ada ular di dekat tempat dia yang seharusnya saya minta untuk duduk di situ.

Jadi kadang saya pikir, apa nih anak feelingnya kuat ya? Akhirnya kalau ada apa-apa, lalu kok Kayyisah lebih keukeuh responnya bertentangan dengan yang saya mau, saya bukan lagi tipe orang yang minta harus dituruti. Sejak ada Kayyisah, belajar kalau ada banyak hal di dunia ini yang nggak harus bisa dilogika.


Oh iya, dari pada ngomongin apa yang berubah atau enggak dengan perbandingan sebelum dan sesudah menjadi seorang ibu, saya lebih sering mikir, apa ya yang bisa lakukan agar bisa bahagia di saat menjadi seorang ibu.

Apalagi kalau sudah ngomongin ada beberapa hal yang tidak bisa lagi saya lakukan, sementara hal-hal itu adalah sumber kebahagiaan saya sebelumnya, beuh… alamat malah bisa nggak bahagia lah jadi ibu!

Nah, ini tipsnya nih ya kalau versi saya…

1. Punya cukup waktu ibadah yang berkualitas

Dulu waktu awal-awal jadi ibu, saya ngerasa hidup saya kok begini banget. Begini banget yang saya maksud itu lebih ke rasa tidak nyaman.

Akhirnya setelah saya evaluasi, sumber asalnya itu karena saya kurang ibadah. Biasanya bisa shalat sunnah ini itu, ngaji target harian bisa berapa lembar, pas punya anak, hampir semua itu susah dilakukan.

Malah shalat wajib saja suka terburu-buru. Atau, shalat sambil mikir anak dalam posisi di mana dan seperti apa. Dulu kadang kejadian lho, lagi shalat, eh, anak ngejungkel jatuh dari tempat tidur.

Beberapa waktu kemudian, pernah saya baca kalau makin kita banyak membaca Alquran dalam sehari, maka makin barokah waktu yang kita punya. Di situlah saya sadar, mulai evaluasi dan mikir: oh iya pantes ya, kok kayaknya waktu 24 jam sering kurang, kok kayaknya hidup tuh hectic banget. Ternyata karena pas itu  saya kurang baca Alquran.

Dan ternyata memang ada bedanya. Meski dalam satu hari kok padat banget yang mesti dilakukan, tapi kalau kitanya tetap meluangkan waktu untuk baca Alquran, ndilalah waktu dalam sehari itu nggak kerasa lho. Malah kayaknya ada waktu luangnya. Padahal secara logika, itu seharusnya jelas nggak mungkin ada!

2. Dengar pengajian itu penting

Satu hal lain yang bisa bikin seorang ibu bisa tetap waras adalah dengar pengajian. Sebetulnya bagusan kalau kita datang ke pengajian ya, ikut liqo’, atau datang ke masjid yang rutin mengadakan ceramah. Soalnya kalau datang langsung, kitanya jadi sekalian bisa berinteraksi dengan orang lain.

Tapi kalau dalam seminggu itu susah banget dilakukan, ya ambil saja kesempatannya dengan menyimak ceramah di tivi, radio, atau di appstore. Lihat di Youtube juga bisa dan buanyak banget pilihannya.

Kalau dengar pengajian, selain wawasan kita bisa bertambah, juga kadang bisa jadi jawaban lho dari kesumpekan yang sedang ada di kepala. Karena kadang, Allah itu suka kasih solusi dim omen atau kesempatan yang tidak kita duga.

3. Tetap baca buku atau nonton film

Dua hal ini juga penting terutama buat ibu yang 24 jam cuma di rumah dan sama anak. Karena, buku dan film itu bisa dibilang ya hiburan, juga jadi media penambah isi kepala.

Dan buat saya, baca buku atau nonton film itu mirip kayak ceramah. Kadang, saya suka nemuin jawaban dari sumpeknya isi kepala lewat buku atau film.

4. Jaga hubungan sosial

Yang ini kalau buat saya sendiri yang introvert, emang kurang seberapa saya lakukan sih. Di saat banyak ibu pada ngegank, kumpul-kumpul, saya malah nggak tertarik.

Malah saya akui, kadar introvertnya saya emang kadang suka kebangetan sih. Di keluarga besar saja, adik ipar saya malah lebih dekat ke keluarga dari pada saya yang asli anak cucu dari keluarga besar!

Tapi biar nggak antisosial, akhirnya saya memang melakukan kegiatan kumpul dengan kadar seperlunya. Buat saya, mager di rumah itu adalah kebutuhan utama yang mungkin setara bagi orang extrovert yang menjadikan nge-gank sebagai kebutuhan.

5. Jalan-jalan

Ini kenapa kok malah ditaruh di paling akhir? Kalau buat saya, awalnya memang jadi prioritas. Apalagi buat ibu yang tidak bekerja di luar rumah. Ketuplekan di rumah terus yo boring rek!

Tapi… sewaktu ini dilakukan bersama anak dan suami, waktu itu saya merasa kok tetap ada yang nggak klik ya di hidup saya ini?!

Jadilah jalan-jalan jadi bagian kebutuhan untuk tetap bahagia, tapi malah nggak wajib banget buat saya. Justru yang poin 1-3 tadi malah yang sangat bikin hidup saya lebih berkualitas.


Oh iya, tentunya semua jurus bahagia itu bisa sukses dilaksanakan kalau kita kerja sama dengan suami. Karena kalau seorang ibu nggak dijaga kadar kewarasannya kebahagiaannya, bisa jadi, anak dan suami juga bisa ikut nggak bahagia.

Dan… yah, tiap orang memang beda-beda ya. Ada yang memasukkan poin nge-gank dan kumpul jadi bagian untuk bisa bahagia. Ada yang mungkin punya pendapat kerja di luar rumah itu juga bagian dari kebahagiaan.

Sekali lagi, semuanya kembali ke diri kita masing-masing. Yang penting tentu saja, yuk mari jadi ibu yang bahagia. Karena masa menjadi ibu adalah fase yang tidak bisa diulang atau bahkan tidak semua orang dikasih kesempatan Tuhan untuk mendapatkannya.



Related Posts

2 comments

  1. Bu.
    Tipsnya ampuh banget harusnya.
    tapi jujur, dalam hal ibadah aku merasa mengalami kemunduran setelah punya anak.
    Harusnya meningkat agar tetap bisa sabar, tapi ini malah makin jauh.
    makasih bu sudah mengingatkan :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau disamain waktu zaman lajang, emang aku pun mengalami kemunduran, Des. Tapi akhirnya ya hadapin realita saja. Nggak selamanya kok, nanti juga akan ada masa bisa ningkatin ibadah lagi. Jadinya lebih realitis sih untuk nentuin target ibadah hariannya.

      Delete

Post a Comment

Popular